Sidang Flora Ricuh, Penasihat Hukum dan JPU Nyaris Baku Pukul

putusan hakim

topmetro.news – Sidang kasus IPA Martubung dengan agenda pembacaan putusan di Ruang Cakra 1 PN Medan, Jumat (8/3/2019), berakhir ricuh. Bahkan nyaris terjadi baku pukul. Penasihat hukum terdakwa Flora Simbolon, yakni Andar Sidabalok SH MH dan Parlindungan Tamba SH, memprotes keras putusan hakim.

Kericuhan sudah berlangsung sejak putusan selesai dibacakan. Lalu kisruh berlanjut keluar ruangan sidang, bahkan hingga ke halaman PN Medan. “Lonceng keadilan telah mati di tempat ini (PN Medan-red),” teriak Parlindungan Tamba, begitu mendengar putusan hakim yang menyebut Flora bersalah.

BACA JUGA | Mantan Hakim Agung: Penahanan Flora Simbolon Melanggar Hukum

Putusan Hakim Abaikan Praperadilan

Yang menjadi tanda tanya besar bagi penasehat hukum adalah, upaya prapid terdakwa yang sudah dimenangkan oleh PN Medan sendiri, malah diabaikan majelis hakim dari instisusi yang sama.

Tidak hanya penasehat hukum, para pengunjung sidang pun ikut berupaya mengejar hakim untuk menanyakan alasan putusan dimaksud. Di halaman PN Medan, massa bersama dengan penasehat hukum dan keluarga terdakwa, bersama-sama mengecam putusan hakim yang mereka nilai sangat tidak adil. Bahkan mengabaikan putusan prapid yang menyatakan penetapan tersangka kepada Flora Simbolon tidak sah.

Tidak ketinggalan, Humas PN Medan Erintuah Damanik yang berusaha menenangkan situasi massa, turut menjadi sasaran kemarahan penasehat hukum dan keluarga. Dan adu debat pun terjadi antara Erintuah dan Andar serta seorang keluarga terdakwa.

“Prapid tidak dihargai oleh Pengadilan Negeri Medan. Praktis, kalian tidak punya hak meragukan saksi yang telah dihadirkan disini. Letakkan keadilan di pengadilan ini,” kata Andar.

Erintuah pun langsung menjawab, “Kan ada upaya hukum. Bisa kasasi.” Dan oleh Andar langsung dijawab, bahwa mereka juga paham soal kasasi. “Kami tahu. Kami tahu. Tidak usah kalian ajari kami melakukan upaya hukum. Anda tidak usah ajari kami. Apa artinya prapid kami dikabulkan tapi klien kami didakwa? Tanya hakimnya. Biar rakyat tahu,” pekik Andar kepada Juru Bicara PN Medan itu.

Yang oleh Erintuah dijawab, agar menanyakan saja ke hakimnya. Atas jawaban ini, Andar kembali mencecar, bahwa bukan urusan mereka menanyakan itu. Karena itu tanggung jawab mereka yang ada di PN Medan.

“Kalian yang bertanggungjawab untuk semua yang terjadi di dalam sana. Biar rakyat tahu. Inilah kelakuan Pengadilan Negeri Medan. Prapid tidak dihargai di Pengadilan Negeri Medan. Kami akan laporkan ke Mahkamah Agung. Kami akan lakukan,” tegasnya.

Soal upaya hukum yang dikatakan Humas PN Medan itu pun turut dipertanyakan salah seorang keluarga terdakwa. “Kata Bapak tadi, lakukan upaya hukum. Lalu menurut Bapak, apakah putusan prapid merupakan produk hukum?” tanya wanita bernama Evelin Simbolon itu.

Erintuah pun mengiyakannya dan langsung dicecar wanita itu, “Kalau itu produk hukum, kenapa PN Medan tidak menghargainya?” Dan kembali Erintuah mengatakan, supaya ditanya saja kepada hakimnya.

Anak Terdakwa Sakit

Di awal sidang, terlihat terdakwa seperti ingin menyampaikan sesuatu. Sepanjang sidang, Flora juga seperti gelisah dan beberapa kali menutup mata. Ibu dari tiga anak yang masih kecil ini terlihat seperti berdoa.

Informasi yang didapat topmetro.news, bahwa ternyata saat sidang itu, salah seorang anak terdakwa sedang jatuh sakit. Menurut keluarganya, kemungkinan besar anak terdakwa yang masih kecil itu sakit karena tidak ketemu ibunya selama berbulan-bulan.

Pada sidang berakhir ricuh itu, Flora Simbolon dinyatakan terbukti bersalah dalam kasus dugaan korupsi proyek IPA Martubung. Tuduhan kerugian Rp18,1 miliar dari pagu Rp58,7 miliar TA 2014.

Ketua Majelis Hakim Sapril Batubara itu menghukum Flora Simbolon delapan tahun penjara dan denda Rp200 juta subsidair tiga bulan. Juga diharuskan membayar uang pengganti Rp7,4 milliar subsidair tiga tahun kurungan.

“Mengadili dan menyatakan di atas bahwa terdakwa telah terbukti secara sah dan terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara dengan hukuman 8 tahun. Dengan denda 200 juta diganti dengan 3 bulan penjara. Serta membayar kerugian sebesar 7,4 miliar. Apabila terdakwa tidak dapat membayar, harta benda dilelang dan bila tidak menutupi diganti pidana selama 3 tahun,” ungkap Syafril.

BACA JUGA | Pengadilan IPA Martubung, Jangan Sampai Menghukum Orang Tak Bersalah

Nyaris Baku Pukul

Usai vonis, Flora langsung dibawa ke tahanan. Saat itulah kericuhan bermula antara penasehat hukum dengan polisi serta JPU dari Kejari Belawan. Parlindungan Tamba SH spontan beranjak dari kursi dan mencoba menahan petugas kepolisian hendak membawa terdakwa Flora Simbolon keluar ruangan.

“Woii…! Jangan kalian pegang itu (Flora Simbolon-red),” pekik Parlindungan ketika melihat seorang polisi wanita (polwan) menghampiri kliennya di ‘kursi pesakitan’.

Penasehat hukum pun nyaris baku pukul dengan Tim JPU serta aparat kepolisian yang ditugaskan mengamankan jalannya sidang. Salah seorang petugas berpakaian dinas kepolisian sempat saling dorong dengan Parlindungan di depan sisi kanan ruang sidang.

Salah seorang anggota penuntut umum, Heri SH juga tampak saling dorong dengan tim penasehat hukum Flora Simbolon. Penasehat hukum itu ingin berkomunikasi dengan terdakwa dan merasa ditahan di pintu keluar ruangan sidang utama oleh jaksa.

Maka aksi saling dorong pun terjadi antara penasehat hukum itu dengan jaksa dimaksud. “Kami mau keluar ngapain kau di pintu,” kata Andar Sidabalok. Si jaksa tadi menjawab bahwa jalur keluar itu masih antri.

Lepas dari pintu keluar, para penasehat hukum kemudian berupaya memasuki ruang tahanan sementara. Karena terhalang, Andar Sidabalok pun berteriak, bahwa klien mereka itu bukan teroris. “Masa kami pengacara nggak bisa ketemu. Ini putusan hakim memperkosa keadilan dengan putusan prapid kami tidak didengarkan,” tegasnya.

Di bagian lain dalam Gedung PN Medan, aksi saling dorong juga terjadi antara keluarga Flora Simbolon dengan JPU dari Kejari Belawan.

BACA JUGA | Dakwaan IPA Martubung, Ibarat Dipaksa Makan Obat Sebelum Diagnosa

Menghukum Yang Bukan Terdakwa

Kepada media, Andar Sidabalok menyebutkan bahwa Flora Simbolon tak seharusnya diadili karena tak lagi menjadi tersangka sejak Oktober 2018. Hal itu sesuai dengan putusan prapid, yang justeru dikeluarkan PN Medan sendiri.

“Kita keberatan, demi hukum. Flora Simbolon sejak tanggal 26 Oktober adalah bukan tersangka. Tetapi bisa-bisanya diputuskan di Pengadilan Negeri Medan dan atas nama terdakwa. Kita sangat keberatan. Bahkan kita sebagai kuasa hukum tetap mengambil upaya hukum yang lain adalah banding,” tegasnya.

“Ini namanya mengadili dan menghukum yang bukan terdakwa,” sambung Andar.

Andar juga menyampaikan, bahwa mereka pun akan melaporkan seluruh hakim di PN Medan. “Kasus kita dibuat seperti teroris. Kita sangat prihatin dengan kelakuan di Pengadilan Negeri (Medan-red). Semua hakim ini akan kita laporkan ke Mahkamah Agung. Pasti itu. Sudah nggak benar ini,” katanya.

Humas PN Medan Erintuah Damanik, masih di lokasi saat dikonfirmasi mengatakan, bahwa apabila ada keberatan, terdakwa bisa melakukan upaya hukum dengan melaporkan kepada MA.

“Yang jelas itulah putusan hakim. Pendapat hakim yang dituangkan dalam putusan. Kalau ada putusan, ada upaya hukum, silakan saja. Kalau keberatan silakan. Ada upaya hukum untuk itu,” katanya.

Soal putusan praperadilan, Erintuah juga mengaku pernah mendengarnya. “Pernah saya dengar bahwa ada putusan prapid terhadap ini. Itu saja. Perkara ada keberatan, ya silakan diajukan. Silakan ajukan laporan kemana-mana. Ke atasan kita silakan,” tuntasnya.

Sebagaimana diketahui, tanggal 26 Oktober 2018, Flora Simbolon telah memenangkan prapid dengan Nomor 73/Pid.Pra/2018/PN Mdn yang diputuskan Hakim Tunggal Irwan Effendi.

Dalam putusan itu disebutkan, bahwa status tersangka Flora Simbolon dalam kasus dugaan korupsi pada proyek IPA Martubung tidak sah. Oleh karenanya penetapan tersangka a quo tidak mempunyai hukum mengikat.

Nama Tedy Disebut

Sebelumnya, terdakwa lainnya, yakni PPK Ir M Suhairi dijatuhi hukuman 9 tahun penjara dengan denda Rp200 juta oleh Hakim Ketua Sapril Batubara. “Mengadili dan menyatakan terdakwa Ir M Suhairi telah terbukti dan meyakinakn dan melawan hukum dalam tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Dengan putusan penjara selama 9 tahun dengan denda 200 juta apabila tidak dibayarkan diganti kurungan 3 bulan,” ungkap Sapril.

Saat Suhairi digiring ke ruang tahanan sementara, seorang wanita berteriak, bahwa harusnya bukan dia (Suhairi-red) yang divonis. “Tedy itu yang dihukum. Dia ini tidak punya uang lagi.”

Entah apa maksudnya bahwa Suhairi tak punya uang lagi dan siapa pula yang dimaksud dengan Tedy, namun terlihat Suhairi langsung menenangkan wanita itu. “Sudah-sudah Bu,” kata Suhairi sembari merangkulnya dan berjalan ke arah ruang tahanan sementara.

Sementara menurut penasehat hukum Suhairi, Suherman, vonis tersebut tidak seharusnya dijatuhkan, karena kliennya menjalankan proyek dengan benar. “Kami merasa sangat jauh dari harapan dan rasa keadilan yang diterima oleh Pak Suhairi. Dimana Pak Suhairi ini sebagai PPK telah menjalankan proyek tersebut dengan benar. Bahkan PDAM Tirtanadi sangat diuntungkan dengan Proyek Martubung tersebut. Tapi majelis hakim berpendapat lain. Kita hormati,” katanya usai sidang.

Baginya, hal yang aneh dalam putusan tersebut adalah hadirnya saksi ahli yang dihadirkan saksi ahli tidak memiliki sertifikat dan dijadiakan acuan. “Dan di sini perbedaan kami adalah saksi ahli ternyata majelis hakim menerangkan bahwa tidak perlu sertifikat keahlian untuk menerangkan kerugian negara. Berarti siapa saja masyarakat Indonesia boleh tanpa ada keberatan,” cetusnya seraya menyatakan, bahwa mereka akan melakukan banding.

reporter | Jeremi Taran dan Robert Siregar

Related posts

Leave a Comment